Kebiasaan Orang Sukses, Belajar dari Para Crazy Rich Dunia (Part 3)
3. Orang Sukses Ngga Suka Pamer
Ada satu fakta menarik yang disajikan Business Insider Singapore.
Berapa lama kamu menghabiskan waktu bersosial media dalam seminggu?
Menurut riset yang dilakukan, rata-rata orang Amerika menghabiskan 14 jam seminggu di media sosial dibandingkan dengan rata-rata miliarder hanya 2,5 jam seminggu.
Para milyarder tak suka waktunya lama terpakai untuk kegiatan posting atau stalking di sosmed.
Walau harta berlimpah, alih-alih memamerkannya di social media, mereka lebih tertarik waktunya dihabiskan untuk kegiatan lain seperti baca buku.
Pamer: No, Membaca Buku: Yes
Mark Zuckerberg bersumpah untuk membaca satu buku setiap minggu “dengan penekanan pada pembelajaran tentang berbagai budaya, kepercayaan, sejarah dan teknologi” tulisnya dalam sebuah postingan Facebook.
Selaras dengan Mark, Warren Buffett pun mengklaim menghabiskan 80% dari hari-harinya untuk membaca.
Para ahli juga menyebutkan jika kebiasaan orang sukses tidak ingin terlihat kaya karena mereka merasa masih ada banyak orang kaya lain yang berada di atas mereka.
Sementara itu, orang-orang yang belum tentu kaya senantiasa berusaha terlihat kaya hanya untuk mendapatkan pengakuan dan dilihat sebagai kaum berada oleh orang lain.
Thomas Stanley dalam bukunya The Millionaire Next Door mengatakan,
“Orang yang terlihat kaya bukan benar-benar kaya. Mereka mengeluarkan terlalu banyak uang dan membeli barang merwah sebagai simbol kekayaan.
Tidak sedikit orang ini terlalu ambisius terlihat kaya padahal pendapatannya sedikit. Terkadang, mereka juga terlilit utang besar”.
Melansir dari laman New York Times, tidak sedikit orang super kaya yang ternyata tidak tertarik memamerkan kekayaannya.
Ngga Mau Terlihat Kaya
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menemukan bahwa orang-orang dengan kekayaan luar biasa melimpah justru tidak ingin menunjukkan kekayaannya.
Di era media sosial yang menjadi platform bagi kebanyakan orang untuk posting kegiatan sehari-harinya, beberapa orang senang memamerkan gaya hidup dan kekayaannya.
Namun siapa sangka, justru kebiasaan orang sukses adalah antitesa dari semua itu.
Mereka memilih fokus pada apa hal-hal yang lebih penting dalam hidup, ketimbang menghabiskan waktu dan uang mengurusi penampilan dan hal-hal tersier lain.
Beberapa memilih hidup dengan gaya hidup jauh dibawah penghasilannya.
Contohnya, Warren Buffet yang punya uang lebih dari 68,1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 919,35 triliun. Dengan uang sebanyak itu, Buffet sebenarnya mampu membeli rumah dengan harga fantastis yang dia inginkan.
Hal yang serupa ditunjukkan oleh Mark Zuckerberg yang memiliki kekayaan 51,5 miliar dollar AS. Kekayaan sebanyak itu memungkinkan pemilik Facebook ini membeli mobil mewah berharga jutaan bahkan miliaran dollar.
Namun Zuckerberg sudah cukup nyaman mengendarai mobil Volkswagen Black Acura TSX seharga 30.000 dollar AS.
Penampilan Sederhana
Selain itu, coba perhatikan penampilan orang-orang super kaya yang jenius itu. Steve Jobs yang setia dengan turtleneck hitamnya, juga Zuckerberg yang nyaman dengan kaos oblong berwarna abu-abu dan celana jeans.
Mereka memilih strategi seefisien mungkin terutama untuk hal-hal yang kurang mendasar seperti “pakaian apa yang perlu dikenakan hari ini”.
Tidak mendewakan penampilan luar, justru mereka lebih fokus pada apa yang menjadi keahliannya. Mereka berani tampil apa adanya walau sederhana.
4. Gabung dengan Komunitas
Komunitas itu penting, bahkan dapat memengaruhi kekayaan bersih kamu, kata Siebold:
“Dalam kebanyakan kasus, kekayaan bersih kamu mencerminkan tingkat teman-teman terdekat.
Kami menjadi seperti orang-orang yang bekerja sama dengan kami.
Dan itulah sebabnya para pemenang tertarik pada para pemenang.”
Coreley setuju: “Orang-orang sukses dan kaya sangat pemilih dengan siapa mereka bergaul“, tulisnya. “Tujuan mereka adalah mengembangkan hubungan dengan individu-individu yang berpikiran sukses lainnya“.
Jika kamu tidak tahu mana orang yang sangat termotivasi dalam jaringan pertemanan, Corley menyarankan untuk bergabung dengan grup profesional.
Selain untuk pengembangan diri, pola pikir orang kaya yang sebenarnya adalah mereka akan menjadi orang yang melek terhadap kepedulian akan kehidupan masyarakat.
Menjadi filantropi, berderma dan memberi kepada mereka yang membutuhkan serta menciptakan peradaban manusia yang semakin baik melalui uangnya, dengan cara pengembangan pendidikan, kesehatan, dan juga teknologi bagi kemajuan umat manusia.
Juga Beramal
Bukan hanya untuk perluasan jaringan, komunitas para Crazy Rich ini juga biasa bergerak di bidang amal.
Di Indonesia, sudah banyak pengusaha sukses yang membangun komunitas yang bergerak di bidang sosial untuk membantu dunia menjadi lebih baik.
Dato Sri Tahir adalah salah satu orang terkaya di Indonesia dan dikenal memiliki hati yang dermawan.
Ia disebut sebagai salah satu filantropis asal Indonesia yang juga masuk dalam organisasi Bill & Melinda GatesFoundation.
Untuk menyokong kegiatan amal yang ia galang, Dato Sri Tahir membangun sebuah yayasan nirlaba yang ia sebut sebagai Tahir Foundation.
Pebisnis sukses Indonesia ini malah seringkali tertangkap oleh mata publik dalam setiap gerakan sosial yang digalakkan melalui dunia pendidikan, pembangunan, dan pengembangan masyarakat serta kesehatan.
Memang sudah jadi kebiasaan orang sukses untuk mendermakan hartanya yang berlimpah.
5. Orang Sukses Selalu Jadi Solution Maker
Di definisikan oleh Brain Traci,
”Sukses adalah kemampuan untuk menghidupi apa yang kamu inginkan dalam hidup dan melakukan apa yang paling membuatmu bahagia.”
Kebiasaan orang sukses adalah tidak fokus pada keluhan, mereka lebih berotientasi pada apa upaya yang bisa dilakukan untuk memperbaiki.
Dibanding waktu terbuang percuma untuk mengeluh, mereka menggunakannya untuk menangkap peluang.
Kita bisa sama-sama belajar dari kisah Lary Page sang pendiri Google.
Sebelum memutuskan membangun Google dengan rekannya Sergey, Larry pernah mencoba menawarkan idenya ke perusahaan teknologi besar lain saat itu seperti AltaVista, Excite, dan Yahoo.
Tapi semuanya menolak.
Padahal ia ingin menawarkan solusi dengan teknologi yang dibawanya.
Akhirnya Larry dan Sergey memutuskan untuk mencoba mengembangkan ide ini sendiri walaupun dengan dana terbatas.
Karena saat itu mereka masih berstatus mahasiswa. Mereka memulai langkah bisnis mereka di asrama kampus milik Larry dengan sebuah PC seharga 15 ribu Dollar yang mereka peroleh dari pinjaman.
Untung saja saat itu Larry dan Sergey tak menyerah lantaran beberapa perusahaan besar menolak idenya.
Mereka memilih untuk berfokus pada apa yang bisa diupayakan hingga akhirnya kini jutaan atau bahkan milyaran orang di dunia merasakan manfaat Google.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, ”Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain“.
Menjadi sukses dan kaya memang impian banyak orang. Teringat akan perkataan Thomas Alfa Edison bahwa sukses adalah 1% inspirasi, 99% keringat.
Setelah mendapatkan inspirasi/motivasi, kebiasaan orang sukses adalah berjuang dan pantang menyerah.
Tidak ada makan siang gratis. Tetapi setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk meraih kesuksesan. Jangan berpikir bahwa para crazy rich itu semuanya terlahir dari keluarga sukses dan kaya.
Kebanyakan mereka berjuang dari bawah, seperti Jeff Bezos, Bill Gates, Chairil Tanjung, hingga Ciputra. Simak kisah tentang Ciputra yang tadinya hidup jadi anak melarat hingga kini bisa jadi konglomerat.
Ciputra merupakan anak melarat yang tinggal di Sulawesi. Ia lahir di Parigi, kota kecil di Sulawesi Tengah. Sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara.
Ciputra menjalankan hidup sama seperti anak-anak lainnya, namun itu semua berubah ketika Sang Ayah meninggal dunia.
Perekonomian keluarga terganggu dan ia jatuh miskin. Saat SMA tahun 1951, ia bersekolah di Don Bosco, Manado.
Dia dikenal sebagai atlet lari jarak menengah 800 meter dan 1.500 meter, tidak ada yang bisa menandinginya se-Sulawesi Utara.
Suatu hari, Pemerintah Kota (Pemkot) Manado meminta Sekolah Don Bosco mengizinkan Tjin Hoan bergabung dengan kontingen Sulawesi Utara untuk mengikuti Pekan Olahraga Nasional II di Lapangan Ikada, Jakarta.
Anak laki-laki yang miskin itu sudah lama memimpikan ingin menginjakkan kaki di Ibu kota Jakarta.
Setelah mendengar bahwa namanya direkrut untuk memasuki kontingen, ia begitu bahagia, “Bukan main! Ke Jakarta!” ungkapnya di dalam biografinya yang ia luncurkan tahun 2017, The Passion of My Life.
Singkat cerita, Ciputra mulai merintis usahanya sejak ia masih menjadi mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB). Bersama dua sahabatnya sesama mahasiswa ITB.
Awalnya, mereka berkeliling dari rumah ke rumah di Bandung mencari orang yang bersedia memakai jasanya. Prosesnya itu berlangsung lama, sampai tiba waktunya Ciputra menikah dan memiliki anak.
Ia mulai bertanya kepada kawannya, sampai kapan mereka hanya bergantung dan menunggu orderan datang. “Saya harus membuat lompatan besar“, ucapnya.
Hingga akhirnya kini ia bisa mewujudkan mimpinya.
Dedikasi dan prestasi Ciputra di ranah bisnis dan industri properti tak hanya diakui secara skala nasional, tetapi juga internasional.
Bukan hanya sukses, ia juga senang berderma kepada sesama.
Sukses bukan hanya bisa terjadi di usia tua, namun banyak juga kita lihat orang-orang yang sukses di usia muda.
Sukses memang banyak diimpikan oleh banyak orang.
Namun alangkah baiknya jika itu bukan menjadi tujuan. Menjadi sukses dan kaya hanya sebuah jalan, untuk kita menjadi manusia yang lebih berarti.
Menjadi lebih bermanfaat, berderma kepada sesama, agar semua yang kita upayakan di dunia bisa menjadi bekal untuk perjalanan panjang selanjutnya.
Sumber : Vatih.com