Para Pengusaha Sejati
Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah pengusaha sejati.
Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah entrepreneur sejati. Mereka pedagang yang tangguh, negosiator yang ulung, dan mujahid yang tak kenal rasa takut. Bahkan, tujuh dari 10 sahabat yang dijanjikan Nabi SAW masuk surga adalah para pengusaha sukses. Mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam.
Abu Bakar, misalnya. Saat sudah dilantik jadi khalifah, dia masih berdagang hingga Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarah menemuinya. Umar berkata, “Mengapa engkau masih berdagang, sementara sekarang kau sudah menjadi amirul mukminin?” Abu Bakar menjawab, “Dari mana aku nafkahi keluargaku?” Umar kemudian mengusulkan untuk mengambil gaji dari baitulmal. Para sahabat Nabi menyetujuinya.
Umar bin Khattab dikenal sebagai sahabat yang sangat sering bersama Rasulallah SAW. Suatu hari, pada masa kekhalifahannya, Abu Musa al-Asya’ri berkata bahwa Rasulul lah SAW mengajarkan, jika bertamu, mengucap salam maksimal tiga kali. Jika diizinkan, masuk. Bila tidak, kemba lilah. Umar bin Khattab minta Abu Musa untuk mendatangkan saksi bahwa Rasulullah SAW mengajarkan demikian. Abu Musa pun membawa para saksinya. Umar berkata, “Engkau benar, waktu itu aku sibuk di pasar (berdagang).”
Utsman bin Affan dikenal sebagai sahabat yang kaya raya. Namun, ada satu kisah menarik saat Abdurrahman bin Auf wafat. Sesuai wasiatnya, ahli warisnya membagikan sebagian har ta Abdurrahman kepada para sahabat Nabi yang ikut Perang Badar. Utsman ikut antre. Ketika ditanya, mengapa ikut antre padahal sudah kaya, Utsman menjawab, “Harta Abdur rahman halal dan berkah. Setiap makanan yang kita beli dari uangnya pasti mendatangkan keberkahan dan kesehatan.” Sebu ah bukti bahwa Utsman selalu berjuang mencari yang halal.
Adapun Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai orang yang selalu pandai membaca peluang berbisnis. Bahkan, Ali pernah berkata, “Andai baju yang kukenakan dibeli orang dan aku mendapat keuntungan darinya, niscaya aku jual.”
Demikian pula Abdurrahman bin Auf. Ia adalah seorang saudagar sukses. Padahal, saat hijrah, Abdurrahman tak ba nyak me miliki perbekalan. Sampai di Madinah, ia dipersau da rakan oleh Nabi SAW dengan Sa’ad bin Rabi. Sa’ad menawarkan sebagian hartanya, tetapi Abdurrahman bin Auf minta ditunjukkan lokasi pasar. Ia pun berdagang dan menjadi saudagar sukses.
Thalhah bin Ubaidillah adalah sahabat Nabi yang menjadi pahlawan di Perang Uhud. Ia berhasil mengalahkan 10 kafir yang mengejar Rasulullah SAW. Karena itulah, setiap kali disebut Perang Uhud, Abu Bakar berkata, “Perang itu milik Thalhah.” Rasulullah SAW berkata, “Barang siapa yang ingin melihat seorang syahid dan masih berjalan di atas muka bumi, lihatlah pada Thalhah.” Selain dikenal berjiwa heroik, Thalhah juga seorang pedagang yang sukses. Thalhah mewariskan 100 ribu dirham perak dan 200 ribu dinar emas.
Adapun Zubair bin Awwam saat meninggal memiliki warisan yang melimpah. Selama empat kali musim haji, Abdullah bin Zubair, anaknya, berkeliling kepada setiap yang haji untuk berinfak, sekaligus bertanya, apakah orang tuanya meninggalkan utang. Setelah mendapat kepastian tak ada lagi utang, Abdullah baru membagi warisan ayahnya yang tersisa, yaitu lima puluh juta dua ratus ribu dirham.
Para entrepreneur sukses itu adalah dermawan yang tak pernah segan berinfak. Mereka menjadikan harta sebatas titipan. Ibnul Qayyim berkata, “Ketika harta hanya (sampai) di tanganmu dan bukan di hatimu, niscaya ia tidak akan merusakmu walaupun sangat banyak. Namun, ketika harta ada di hatimu, ia merusakmu meskipun engkau tidak menggenggamnya sedikit pun.”
Sekarang ini kita sering diajarkan untuk hidup zuhud dengan pemahaman yang keliru. Zuhud seakan hidup sederhana, compang-camping, miskin kreativitas, menerima keadaan tanpa pernah berusaha, dan lain-lain. Padahal, kata Ibnul Qayyim, “Zuhud itu bukanlah engkau meninggalkan dunia dari genggamanmu, tetapi hatimu terus memikirkannya. Zuhud adalah engkau meninggalkan dunia dari hatimu, meskipun ada dalam genggamanmu!”
Untuk itulah, Rasulallah SAW berpesan, “Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit (kurma) maka apabila dia mampu menanamnya sebelum terjadinya kiamat maka hendaklah dia menanamnya.” (HR Imam Ahmad). Wallahu a’lam.
sumber : republika.co.id